Kajian Pengalihan Sistem Pemidanaan Penjara Menjadi Hukuman Kerja Sosial Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

Abstract

Hukuman pidana kerja sosial merupakan hukuman alternatif yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru. Selama ini Indonesia menggunakan sistem pemidanaan sistem pemenjaraan yang menimbulkan overcrowded pada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia. Hukuman pidana kerja sosial diharapkan dapat menyelesaikan masalah overcrowded di Indonesia. Penting untuk menganalisis bagaimana prospek pengalihan sistem pemidanaan penjara menjadi hukuman kerja sosial dalam perspektif Hak Asasi Manusia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normative, objek yang diteliti menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pidana kerja sosial merupakan bentuk hukuman non pemenjaraan sehingga populasi di dalam Lapas akan berkurang. Pidana kerja sosial memiliki prospek yang bagus untuk mengatasi masalah overcrowded di Indonesia. Menurut KUHP baru pidana kerja sosial sebagai hukuman pengganti pemenjaraan juga lebih mengedepankan hak asasi manusia dari terpidana. Pelaksanaan pidana kerja sosial harus dilaksanakan dengan berpedoman pada Treaty of Rome 1950 dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Dasar menggunakan Treaty of Rome 1950 tidak jelas dan tidak mendasar, mengingat Indonesia tidak terikat secara hukum pada Treaty tersebut. Jikapun menggunakan alasan hukum kebiasaan Internasional, maka KUHP Baru dalam penjelasan harusnya menunjukkan pasal mana yag merupakan kebiasaan internasional, sehingga alasan menggunakan Treaty of Rome 1950 dapat dijustifikasi. Hendaknya KUHP Baru menggunakan dasar pijakan yang jelas dan pasti. Indonesia masih memerlukan peraturan dan sosialisasi lebih lanjut mengenai pidana kerja sosial agar pidana kerja sosial dapat benar-benar efektif menyelesaikan permasalahan pemidanaan di Indonesia.